Doa Anak Saleh, Cahaya Penerang Kubur Yang Mendekatkan Orangtua ke SurgaNya

 

INNALILLAHI wa inna ilaihi rajiun. Ketika malaikat maut menjemput, roh manusia pun terpisah dari raga. Dalam sekejap segala daya tak lagi ada. Jasad terbaring lunglai. Terdiam selamanya.


Kita, yang ditinggalkan, larut dalam genangan air mata. Meratapi kepergian mereka yang kita cintai, ayah dan ibu. Bayangan demi bayangan berkelebat di benak kita. Tentang bagaimana keduanya melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik kita dengan penuh kasih dan sayang.

Ingatlah selalu sosok ayah. Peluh menjadi ‘hiasan’ wajahnya sehari-hari. Tanda ayah bekerja keras untuk menghidupi anak-anaknya. Jika pun beliau sering memarahi kita bahkan bersikap keras, itu semata cambuk agar kita tangguh menghadapi kerasnya kehidupan saat mendewasa.

Sedangkan ibu…ah, tak sanggup membicarakan betapa berharganya sosok ibu bagi kita. Dari ibulah kita mempelajari kehidupan dengan segenap suka dukanya. Ibulah yang mengajarkan segala kebaikan dalam hidup ini meski kita tak selalu mau dan mampu mengerjakannya.


Ketika orangtua meninggalkan kita, separuh nyawa kita melayang. Banyak anak merasa belum cukup berbakti kepada orangtua. Belum mampu membalas kasih sayang dan pengorbanan mereka yang teruji sepanjang zaman. Kesedihan dan penyesalan menyatu hingga menyesakkan dada.


Maka kita pun berangan-angan…andai bisa memutar waktu. Ingin sekali kita mengiyakan setiap perkataan orangtua. Selalu menyediakan waktu bersama keduanya untuk berbincang tentang kesuksesan maupun kegagalan yang kita hadapi. Ingin kita menghapus semua kata “ah” dan teriakan saat membantah orangtua di masa remaja. Ingin rasanya kita memeluk erat tubuh renta ayah dan ibu berkali-kali lagi.


Tapi sosok berkain kafan menghentakkan angan-angan kita. Inilah kenyataan hidup yang harus kita hadapi. Kesedihan kita, seberapa pun besarnya, tak akan bisa membawa ayah dan ibu kembali bersama kita.


Masih adakah bakti yang bisa kita persembahkan bagi almarhum terkasih?


Rasulullah bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim)


Masya Allah. Air mata kita mungkin akan mengalir lebih deras, namun tak semata dipenuhi kesedihan. Ada setangkup bahagia menyelimuti hati kita karena masih diberi kesempatan untuk berbakti kepada orangtua walaupun mereka sudah berpulang ke rahmatullah.


Ketika ayah atau ibu sudah tidak sanggup lagi menambah pahala dan amal saleh bagi dirinya sendiri karena terhalang kematian, kita masih bisa ‘menyirami’ kubur beliau dengan cahaya doa yang insya Allah menjadi tabungan pahala tak terputus baginya.


Ketika seseorang meninggal dunia, itu berarti rezekinya sudah sempurna. Bukan berarti dia menjadi orang paling kaya di dunia. Tapi berarti sudah sempurna ikhtiarnya dan telah berbuah apa-apa yang ia tanam semasa hidup di dunia.


Karena itulah orang yang meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah, kepergiannya akan disesali banyak orang. Tak lain karena semasa hidupnya almarhum senantiasa berbuat kebaikan bagi sesama. Menjadi sosok yang bermanfaat bagi keluarga, sanak saudara, sahabat, dan lingkungan.


Meski tak ada lembaran sempurna dalam hidup manusia, ia telah berbuat sekuat tenaga untuk berada dalam golongan orang-orang saleh. Meskipun pada suatu waktu ia mungkin pernah berbuat khilaf.


Dan kita, anak yang ditinggalkan, saatnya beristighfar dan bertanya pada nurani: sudahkah kita menjadi anak yang saleh?


Anak saleh dengan doa yang memohon agar Allah mengampuni, memberi petunjuk, dan merahmati orangtuanya adalah amal yang pahalanya terus mengalir meskipun jasad orangtua sudah dikubur. Hal itu merupakan karunia Allah yang teramat besar bagi umat Muslim.


Lantas, siapakah yang bisa disebut anak saleh? Para ulama memaknai anak saleh sebagai anak Muslim yang menjalankan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar dan menjadi sumber pahala bagi orangtuanya.


Ibnu Hajar al-Maliki juga menjelaskan bahwa anak saleh adalah anak yang mukmin (beriman) kepada Allah. Insya Allah, anak yang mengimani Allah lalu terikat dengan keimanan tersebut sepanjang hidupnya, doanya akan sampai kepada orangtuanya yang telah meninggal dunia.


Maka jika hidup kita masih bergelimang maksiat, kita tak boleh menunda tobat. Jika keimanan kita hanya diwakili kata “Islam” dalam selembar e-KTP tanpa ada perbuatan nyata yang membuktikannya, bahkan kita justru cenderung percaya atau takut kepada selain Allah, mungkinkah doa kita akan menerangi kubur orangtua tercinta?


Karena kita tahu bahwa doa anak saleh menjadi amal yang tak terputus, mari kita awali hari dengan bismillah untuk bisa belajar, mengkaji, dan menikmati syahdunya hari-hari kita dalam balutan ibadah serta dzikir. Saatnya menjadi mukmin. Saatnya menjadi mukmin. Saatnya menjadi Muslim yang istiqamah. Saatnya beramal saleh, tak hanya demi kebaikan kita tapi juga demi kebaikan almarhum orangtua.


Tak ada yang dinanti orangtua selain doa anaknya yang saleh.


Maka janganlah abai mengirim doa. Jangan hanya mengirimkan doa lima kali dalam satu hari seiring salat lima waktu yang wajib. Jika kita ingin ayah dan ibu senantiasa merasa tenang dan damai dalam kubur yang terang benderang, limpahilah mereka dengan lautan doa.


Apa susahnya melantunkan “allahummaghfirlii waliwaalidayya” yang artinya “Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orangtuaku”? Bukankah lidah kita bisa melafalkannya ratusan hingga ribuan kali dalam satu hari? Mengapa membatasi doa hanya setelah Salat ?


Kapan saja, di mana saja, seketika bayangan ayah dan ibu hadir dalam benak kita, berdoalah. Mudah-mudahan doa kita senantiasa menerangi kubur orangtua tercinta dan mendekatkan mereka menuju jannah Allah. Aamiin.

Wallahu a’lam bishshawab.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel