Sejarah Kerupuk di Indonesia: Kerupuk Aci dan Rambak jadi Makanan Pendamping Masyarakat Kuno

 

Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Indonesia biasanya identik dengan diadakannya lomba makan kerupuk.


Terlepas dari serunya lomba makan kerupuk, ternyata kerupuk sudah menjadi makanan pendamping masyarakat Indonesia sejak masa penjajahan.


sejarah kerupuk diceritakan oleh sejarawan dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, Fadly Rahman.


“Kerupuk sudah tercatat dalam naskah Jawa kuno sejak sebelum abad ke-10 Masehi,” ujar sejarawan sekaligus dosen Departemen Sejarah Universitas Padjajaran.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kerupuk sudah menjadi makanan pendamping untuk masyarakat kuno sejak sebelum abad ke-10 Masehi.


Kerupuk yang paling tua dan sudah lama dikonsumsi adalah rambak,Rambak saat itu dibuat untuk memanfaatkan kulit sapi atau kerbau.


Sementara kerupuk aci dibuat karena banyaknya produksi singkong di tanah Jawa pada abad ke-19.


Kerupuk Aci 


Kerupuk aci berbentuk bulat dan berwarna putih, terbuat dari olahan singkong atau terkenal dengan sebutan “aci” dalam bahasa Sunda.

Bahan utama kerupuk ini adalah singkong yang jumlahnya berlebih di Jawa khususnya pada abad ke-19.


Pada masa abad ini singkong menjadi salah satu komoditas pangan yang paling diandalkan oleh masyarakat Jawa.


“Singkong bisa direbus, digoreng atau dijadikan gablek, kemudian diolah menjadi tepung dan jadi aci. Dan salah satu produk dari singkong ya kerupuk,” papar Fadly lagi..


Diketahui kerupuk aci baru muncul pada abad ke-19, sehingga masyarakat Indonesia saat itu bertahan hidup dengan kerupuk.

Masyarakat terpaksa memanfaatkan kerupuk sebagai bahan pangan pokok karena wilayah tersebut mengalami devisit pangan akibat perang dan imbas berlakunya tanam paksa.


Tepung singkong dimanfaatkan sebagai kerupuk dan dijadikan lauk oleh rakyat biasa.


Tepung singkong diolah lalu dicetak lalu dijemur dan digoreng.


Rakyat Indonesia dari kalangan bawah hanya bisa menyantap kerupuk sebagai lauk.


Sebab bahan makanan seperti daging pada masa itu sangat minim, dan jika pun ada di pasar harganya sangat mahal.


Fadly juga memaparkan, tahun 1930-an hingga 1940-an masyarakat sangat kekurangan bahan pangan.

Masyarakat hanya bisa makan dari kerupuk dan nasi, selain itu juga olahan bahan pangan yang murah seperti singkong.


“Kalau sekarang makan kerupuk adalah hal yang biasa, tapi di balik itu kerupuk menjadi simbol keprihatinan,” ujar Fadly lagi.


Kerupuk Rambak


Walaupun sama-sama kerupuk, namun rambak dan kerupuk aci dikonsumsi oleh masyarakat dengan kasta sosial yang berbeda.


Rambak yang terbuat dari kulit sapi sering dikonsumsi oleh masyarakat Hindia Belanda kalangan atas seperti priyayi.

Bagi masyarakat pribumi dari kalangan jelata maupun kalangan bangsawan, juga menikmati kerupuk rambak,” ujar Fadly lagi.


Pada masa kerajaan, rambak dijadikan sebagai hidangan pelengkap pada saat jam makan tiba.


Fadly mengatakan hal ini sama seperti masa sekarang yang menjadikan kerupuk sebagai makanan pendamping kegemaran masyarakat Indonesia.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel